Segala puji dan syukur kita ucapkan pada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Selawat dan salam buat nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menjelaskan tauhid dengan segala sendi dan cabang-cabangnya serta hal-hal yang membatalkannya.
Pada kesempatan kali ini kita ingin membahas tentang hal yang dominan dalam menyebabkan timbulnya kesyirikan di tengah-tengah umat manusia. Yaitu pengkultusan terhadap kuburan nenek moyang dan orang shaleh.
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ketika menafsirkan firman Allah,
“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.“ (QS. Nuh: 23).
“Ini adalah nama orang-orang shaleh dari kaum nabi Nuh ‘alaihisallam. Tatkala mereka meninggal, setan mewahyukan kepada kaum mereka untuk membuat patung ditempat-tempat duduk mereka, lalu mereka menamai dengan nama-nama mereka. Maka kaum mereka melakukannya, dan ketika itu masih belum disembah. Sampai suatu ketika mereka (orang-orang yang melakukan hal tesebut) meninggal dan terhapuslah ilmu lalu dijadikanlah patung-patung itu untuk disembah[1].”
Diantara sebab-sebab yang membawa kepada pengkultusan kuburan
Sebagian kaum muslimin saat penguburan mayat meninggikannya melebihi dari hal yang dibolehkan oleh agama. Hal ini mungkin karena belum mengerti tentang tuntunan agama mereka atau karena ada unsur lain seperti ingin menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia.
“Dari Abu Hayyaaj Al Asady, ia berkata, berkata kepadaku Ali Bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu, ’Maukah engkau aku utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau datarkan.’”
‘Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata, aku pernah bersama Fudhaalah bin ‘Ubaid di negri Romawi “Barudis”. Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka Fudhaalah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya. Kemudian ia berkata, aku mendengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk mendatarkannya.’”
Diantara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan. Disamping hal tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu yang tidak ada mamfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka anggap kuburan tersebut memiliki berkah dan sakti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dengan tegas menembok dan mengecat kuburan dalam sabda beliau,
“Dari Jabir radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mencat kubur, duduk di atasnya dan membangun di atasnya.’“
Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits tersebut adalah umum sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan rumah untuk kuburan tersebut dengan biaya jutaan rupiah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang jahil masa sekarang.
Berkata Imam Syafi’i, “Aku melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut[2].”
Berkata Al Manawi, “Kebanyakan ulama Syafi’iyah berfatwa tentang wajibnya menghacurkan segala bangunan di Qarofah (tanah pekuburan) sekalipun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh sebagian penguasa[3]
Sebagian orang ada pula yang membangunkan rumah untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. ini adalah salah satu bentuk pe-mubazir-an dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal tersebut berasumsi bahwa si mayat mendapat naungan dan kenyamanan dalam kuburnya. Akan tetapi, sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali amalan sendiri, walau seindah apapun kuburan seseorang tersebut,
“Ibnu Umar melihat sebuah tenda diatas kubur Abdurrahman. Maka ia berkata, ‘Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam (anak muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya[4]
Kiranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas amat jelas bagi orang hatinya mau menerima nasehat. Adapun orang yang mata hatinya sudah ditutup Allah dari menerima petunjuk, niscaya ia akan berupaya mencari-cari alasan untuk menolaknya.
Sebahagian orang ada yang berpandangan adanya keutamaan membaca Alquran ketika berziarah kubur seperti membaca Al-Fatihah, surat Al-Ikhlas atau sura Yaasiin, dan lain-lain. Bahkan ada yang menyewa orang lain untuk membaca dan khatam Alquran di kuburan keluarganya pada hari-hari tertentu. Hal tersebut tidak pernah dianjurkan dalam agama ini. Yang dianjurkan ketika berziarah kubur hanyalah membaca doa ziarah kubur. Berbeda dengan orang yang suka melakukan hal-hal yang baik menurut pikiran dan perkiraan mereka semata. Tetapi tidak baik menurut Allah karena hal tersebut melakukan ibadah yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama. Kalau seandainya hal tersebut baik pastilah Allah memerintahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melakukannya. Apakah kita lebih tahu dari Allah tentang hal yang baik?
“Katakanlah!, ‘Apakah kamu yang lebih tahu atau Allah?’”
Adapun hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh sebagian orang dalam hal ini. Seperti hadits, “Barangsiapa yang mendatangi kuburan lalu membaca surat Yasin. Niscaya Allah akan meringankan azab terhadap mereka pada waktu dan akan menjadikan dengan bilangan hurufnya kebaikan“[5] ini adalah hadits Maudhu’. Demikian pula hadits, “Barangsiapa yang melewati kuburan maka ia membaca surat Al Ikhlas sebelas kali[6].”
Keyakinan lainnya yang amat aneh adalah berpendapat bahwa sholat dan berdoa dikuburan jauh lebih baik daripada di masjid, bahkan berasumsi lebih cepat terkabul. Yang lebih celaka lagi adalah meminta kepada si penghuni kubur. Ini sudah merupakan kesyirikan yang diperbuat oleh umat jahiliyah dulu. Jangan untuk sholat di kuburan, sholat mengarah kuburan saja sudah haram hukumnya. Artinya tidak boleh sholat di tempat yang di arah kiblatnya terdapat kuburan. Apalagi sholat ditempat yang dikelilingi kuburan. Diantara perbuatan dalam sholat adalah duduk, maka dudukpun dilarang di kuburan. Maksudnya di tempat tanah perkuburan, mekipun tidak persis di atas kuburan benar. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,
Dari Abu Martsid Al Ghanawy, telah bersabda Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kamu duduk di atas kuburan dan jangan pula sholat menghadapnya.”
Berkata Ibnul Qayyim, “Setan memiliki cara yang amat halus dalam menyesat manusia. Bertama ia mengajak untuk berdoa di kuburan. Maka orang tersebut berdoa dengan khusuk dan tunduk sepenuh hati serta merasa lemah tidak berdaya. Maka Allah mengabulkan permintaannya lantaran apa yang terdapat dalam hatinya bukan karena kuburan. Seandainya dia berdoa seperti itu di tempat-tempat yang kotor sekalipun tentu Allah akan kabulkan doanya. Lalu orang bodoh mengira bahwa itu adalah karena kuburan. Allah mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan sekalipun ia orang kafir…
Tidak berarti setiap orang yang dikabulkan doanya lalu ia diridhai dan dicintai Allah perbuatannya. Sesungguhnya Allah mengabulkan doa orang yang baik dan orang yang berdosa, orang mukmin dan orang kafir. Sebagian manusia berdoa dengan hal yang melampui batas dan sesuatu yang dilarang tetapi hal tersebut terbkabul, maka ia mengira bahwa perbuatannya tersebut baik[7].”
“Tatkala setan berhasil mempengaruhi manusia dengan berasumsi bahwa berdoa di kuburan lebih baik daripada berdoa di masjid dan di rumahnya. Setan memindahkannya kepada tingkat yang berikutnya yaitu ber-tawasul dengan orang mati, hal ini lebih bahaya lagi dari hal yang sebelumnya[8].”
“Tatkala setan berhasil pula mempengaruhi manusia bahwa ber-tawasul dengan orang mati lebih cepat dikabulkannya permintaan. Setelah itu setan memindahkannya pada tingkat berikutnya yaitu meminta kepada orang mati itu sendiri. Kemudian menjadikan kuburannya sebagai sembahan dan tempat meminta. Lalu dinyalakan lampu disekelilingnya dan diberi kelambu dilanjutkan membangun masjid di atasnya. Lalu shalat, tawaf, meciumnya serta berhaji dan menyembelih hewan di sisinya.
Kemudian berlanjut lagi pada tingkat berikutnya yaitu dengan mengajak manusia untuk menyembahnya dan menjadikannya sebagai tempat perayaan dan manasik. Mereka meyakini bahwa hal itu lebih bermamfaat bagi dunia dan akhirat mereka[9].”
Hal tersebut dengan tegas telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
Dalam sabda beliau yang lain,
Dari kedua hadits tersebut sangat jelas menegaskan tentang haramnya membangun masjid di atas tanah perkuburan. Barangsiapa yang melakukannya maka ia telah melanggar larang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Jundub radhiallahu ‘anhu. Orang yang melakukannya adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang membangun masjid di atas tanah kuburan. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah dan Ibnu Abbas saat detik-detik terakhir dari kehidupan beliau di dunia ini,
Diantara hikmahnya kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal tersebut saat beliau akan wafat. Agar umat ini jangan meniru dan melakukan apa yang dilakukan orang Yahudi dan Nashrani tersebut. Kuburan para nabi saja tidak boleh dijadikan sebagai masjid, apa lagi kuburan selainnya.
Dalam riwayat lain Aisyah menyebutkan,
Hadits ini adalah diantara hadits-hadits yang terakhir yang diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hidup beliau. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang suka berdegil bahwa hadits tersebut mansukh. Kemudian Aisyah menyebutkan diantara hikmah dikuburnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rumah beliau, yaitu agar orang tidak mengkultuskan kuburan beliau.
Berkata Imam Nawawi, “Sesungguhnya larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari menjadikan kuburannya dan kuburan lainnya sebagai masjid karena kekwatiran akan berlebih-lebihan dalam menganggungkan beliau dan timbulnya fitnah. Karena hal tersebut bisa membawa kepada kekufuran sebagaimana telah terjadi pada kebanyakan umat-umat yang lalu[10].”
Ketika sebagian orang Islam tidak mengindahkan berbagai nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita jelaskan di atas. Akhirnya setan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang membawa kepada kesyirikan. Sehingga sebagian orang telah memaknai lain terhadap kuburan. Mereka menjadikan kuburan sebagai mediator untuk berdoa, mereka ber-tawasul dan beristighatsah dengan orang mati.
Pada hakikatnya ber-tawasul itu terbagi kepada beberapa bentuk. Ada yang dibolehkan dan ada pula yang dilarang. Yang dibolehkan adalah ber-tawasul dengan nama dan sifat-sifat Allah, ber-tawasul dengan amal shaleh dan ber-tawasul dengan doa orang shaleh yang hidup lagi hadir. Yang dilarang adalah ber-tawasul dengan Zat (Bentuk) dan Jaah (Kedudukan) orang shaleh, ber-tawasul dengan orang shaleh yang hidup tetapi tidak hadir dan ber-tawasul dengan orang sudah mati.
Sebahagian orang memahami bahwa kehidupan para nabi, orang mati syahid dan orang-orang shaleh di alam Barzah sama seperti kehidupan mereka di alam dunia. Dengan demikian mereka berasumsi bahwa nabi atau orang shaleh dapat mendengar doa mereka. Oleh sebab itu, ketika mereka ditimpa masalah, mereka mendatangi kuburan para wali untuk dicarikan jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Ada yang minta jodoh, ada yang minta pekerjaan, ada yang minta dimudahkan usahanya, ada yang minta disembuhkan penyakitnya dan seterusnya.
Jangankan setelah mati, sewaktu hidup saja para wali tersebut tidak bisa memberi apa yang mereka minta. Jika minta jodoh, diwaktu hidup saja walinya tidak dapat jodoh. Jika minta pekerjaan, diwaktu hidup saja walinya nganggur. Jika minta kekayaan, diwaktu hidup aja walinya ngumpulkan sedekah dari murid-muridnya. Jika minta disembuhkan dari penyakit, wali itu sendiri tidak mampu menyembuhkan penyakitnya sampai ia meninggal.
Kenapa kita tidak langsung minta pada Allah Yang Pengasih, Maha Pemurah, Maha Kaya lagi Maha dekat dan Maha sempurna dalam segala sifat-sifat-Nya yang mulia.
Adapun selain Allah adalah makhluk yang memiliki kekurangan dan kelemahan dalam berbagai segi. Ia tidak dapat mendengar dari jarak jauh, apalagi setekah mati. Jika ia memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang lain terbatas kwalitas dan kwantitasnya. Adapun Allah Yang Maha Kaya mampu memberi segala apa yang minta oleh hamba-Nya dan berapapun jumlanya.
Adapun kehidupan para nabi dan syuhada’ di alam barzakh adalah kehidupan yang amat jauh berbeda dengan kehidupan dunia. Tidak ada yang mengetahui tentang kondisi dan hakikatnya. Maka tidak tidak boleh di-qias-kan antara kehidupan alam barzakh dengan kehidupan alam dunia ini.
Sebagaimana firman Allah,
Artinya, tidak mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya melalui panca indra kalian. Karena hanya Allah yang mengetahui hakikat kehidupan mereka para syuhada’ tersebut.
Tidak pernah kita temukan dalam kehidupan para sahabat bahwa mereka bertawasul dan ber-istighatsah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apalagi dengan para sahabat yang telah meninggal, bahkan diantara mereka yang meninggal tersebut ada yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula jika kita melihat doa-doa mustajab yang diajarkan Rasululllah kepada sahabat beliau tidak ada satupun yang berkonteks tawasul dan be-ristighatsah dengan orang mati.
Jangankan untuk mengetahui kebutuhan orang lain, kelanjutan dari perjalanan hidup mereka sendiri setelah mereka mati mereka tidak tahu kapan mereka dibangkitkan. Sebagaimana firman Allah,
“Dan orang-orang yang mereka seru selain Allah, tidak menciptakan sesuatu apapun, sedangkan mereka sendiri diciptakan! Orang-orang mati tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui bilakah mereka akan dibangkitkan.”
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ [النمل/65]
“Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah,’ dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.’”
Adapun dalil-dalil yang menyebutkan tentang si mayat dapat mendengar langkah orang mengantarkannya ke kubur. Ini tidak menunjukkan bahwa ia mendengar selama-lamanya. Tapi hanya pada saat itu saja dan yang dapat ia dengar hanya suara langkah saja tidak semua apa yang ada di atas dunia. Kalau tidak demikian tentu mereka juga tersiksa dengan suara petir, hujan, angin kencang, suara bintang dan seranggga yang ada di sekitar kuburannya. Serta segala hal yang memekakkan di dunia ini. Wallahu A’lam.
Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com
[1]Lihat Shahih Bukhari, 4/1873, 4636)
[2]Dinukil Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, 7/27.
[3]Lihat Faidhul Qodir 6/309.
[4]Lihat Shahih Bukhari, 1/457.
[5]Lihat, Silsilah Adh Dha‘ifah, 3/397 (1246).
[6]Lihat, AsSilsilah Adh Dha‘ifah, 3/452 (1290).
[7] Lihat, Ihgatsatullahfaan, 1/215.
[8] Lihat, Ihgatsatullahfaan, 1/216.
[9] Lihat, Ihgatsatullahfaan, 1/217.
[10] Lihat Syarah Nawawy5/13.
Pada kesempatan kali ini kita ingin membahas tentang hal yang dominan dalam menyebabkan timbulnya kesyirikan di tengah-tengah umat manusia. Yaitu pengkultusan terhadap kuburan nenek moyang dan orang shaleh.
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ketika menafsirkan firman Allah,
{وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا} [نوح/23]
“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.“ (QS. Nuh: 23).
“Ini adalah nama orang-orang shaleh dari kaum nabi Nuh ‘alaihisallam. Tatkala mereka meninggal, setan mewahyukan kepada kaum mereka untuk membuat patung ditempat-tempat duduk mereka, lalu mereka menamai dengan nama-nama mereka. Maka kaum mereka melakukannya, dan ketika itu masih belum disembah. Sampai suatu ketika mereka (orang-orang yang melakukan hal tesebut) meninggal dan terhapuslah ilmu lalu dijadikanlah patung-patung itu untuk disembah[1].”
Diantara sebab-sebab yang membawa kepada pengkultusan kuburan
- Meninggikan kuburan melebihi dari satu jengkal.
Sebagian kaum muslimin saat penguburan mayat meninggikannya melebihi dari hal yang dibolehkan oleh agama. Hal ini mungkin karena belum mengerti tentang tuntunan agama mereka atau karena ada unsur lain seperti ingin menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia.
عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ.رواه مسلم.
“Dari Abu Hayyaaj Al Asady, ia berkata, berkata kepadaku Ali Bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu, ’Maukah engkau aku utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau datarkan.’”
عن ثُمَامَةَ بْنَ شُفَىٍّ قَالَ كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُودِسَ فَتُوُفِّىَ صَاحِبٌ لَنَا فَأَمَرَ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّىَ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا. رواه مسلم.
‘Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata, aku pernah bersama Fudhaalah bin ‘Ubaid di negri Romawi “Barudis”. Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka Fudhaalah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya. Kemudian ia berkata, aku mendengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk mendatarkannya.’”
- Menembok dan mencat kuburan.
Diantara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan. Disamping hal tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu yang tidak ada mamfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka anggap kuburan tersebut memiliki berkah dan sakti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dengan tegas menembok dan mengecat kuburan dalam sabda beliau,
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ)). رواه مسلم.
“Dari Jabir radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mencat kubur, duduk di atasnya dan membangun di atasnya.’“
Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits tersebut adalah umum sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan rumah untuk kuburan tersebut dengan biaya jutaan rupiah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang jahil masa sekarang.
Berkata Imam Syafi’i, “Aku melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut[2].”
Berkata Al Manawi, “Kebanyakan ulama Syafi’iyah berfatwa tentang wajibnya menghacurkan segala bangunan di Qarofah (tanah pekuburan) sekalipun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh sebagian penguasa[3]
- Membangunkan rumah untuk kuburan.
Sebagian orang ada pula yang membangunkan rumah untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. ini adalah salah satu bentuk pe-mubazir-an dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal tersebut berasumsi bahwa si mayat mendapat naungan dan kenyamanan dalam kuburnya. Akan tetapi, sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali amalan sendiri, walau seindah apapun kuburan seseorang tersebut,
رأى ابن عمر رضي الله عنهما فسطاطا على قبر عبد الرحمن فقال انزعه يا غلام فإنما يظله عمله .
“Ibnu Umar melihat sebuah tenda diatas kubur Abdurrahman. Maka ia berkata, ‘Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam (anak muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya[4]
- Duduk dan makan di kuburan.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ ». رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sungguh salah seorang kalian duduk di atas bara api lalu membakar baju sehingga tembus kekulitnya lebih baik daripada ia duduk di atas kuburan.’”Kiranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas amat jelas bagi orang hatinya mau menerima nasehat. Adapun orang yang mata hatinya sudah ditutup Allah dari menerima petunjuk, niscaya ia akan berupaya mencari-cari alasan untuk menolaknya.
- Membaca Alquran di kuburan.
Sebahagian orang ada yang berpandangan adanya keutamaan membaca Alquran ketika berziarah kubur seperti membaca Al-Fatihah, surat Al-Ikhlas atau sura Yaasiin, dan lain-lain. Bahkan ada yang menyewa orang lain untuk membaca dan khatam Alquran di kuburan keluarganya pada hari-hari tertentu. Hal tersebut tidak pernah dianjurkan dalam agama ini. Yang dianjurkan ketika berziarah kubur hanyalah membaca doa ziarah kubur. Berbeda dengan orang yang suka melakukan hal-hal yang baik menurut pikiran dan perkiraan mereka semata. Tetapi tidak baik menurut Allah karena hal tersebut melakukan ibadah yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama. Kalau seandainya hal tersebut baik pastilah Allah memerintahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melakukannya. Apakah kita lebih tahu dari Allah tentang hal yang baik?
{قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ} [البقرة/140]
“Katakanlah!, ‘Apakah kamu yang lebih tahu atau Allah?’”
Adapun hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh sebagian orang dalam hal ini. Seperti hadits, “Barangsiapa yang mendatangi kuburan lalu membaca surat Yasin. Niscaya Allah akan meringankan azab terhadap mereka pada waktu dan akan menjadikan dengan bilangan hurufnya kebaikan“[5] ini adalah hadits Maudhu’. Demikian pula hadits, “Barangsiapa yang melewati kuburan maka ia membaca surat Al Ikhlas sebelas kali[6].”
- Sholat dan berdoa di kuburan.
Keyakinan lainnya yang amat aneh adalah berpendapat bahwa sholat dan berdoa dikuburan jauh lebih baik daripada di masjid, bahkan berasumsi lebih cepat terkabul. Yang lebih celaka lagi adalah meminta kepada si penghuni kubur. Ini sudah merupakan kesyirikan yang diperbuat oleh umat jahiliyah dulu. Jangan untuk sholat di kuburan, sholat mengarah kuburan saja sudah haram hukumnya. Artinya tidak boleh sholat di tempat yang di arah kiblatnya terdapat kuburan. Apalagi sholat ditempat yang dikelilingi kuburan. Diantara perbuatan dalam sholat adalah duduk, maka dudukpun dilarang di kuburan. Maksudnya di tempat tanah perkuburan, mekipun tidak persis di atas kuburan benar. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,
عَنْ أَبِى مَرْثَدٍ الْغَنَوِىِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم « لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا ». رواه مسلم
Dari Abu Martsid Al Ghanawy, telah bersabda Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kamu duduk di atas kuburan dan jangan pula sholat menghadapnya.”
Berkata Ibnul Qayyim, “Setan memiliki cara yang amat halus dalam menyesat manusia. Bertama ia mengajak untuk berdoa di kuburan. Maka orang tersebut berdoa dengan khusuk dan tunduk sepenuh hati serta merasa lemah tidak berdaya. Maka Allah mengabulkan permintaannya lantaran apa yang terdapat dalam hatinya bukan karena kuburan. Seandainya dia berdoa seperti itu di tempat-tempat yang kotor sekalipun tentu Allah akan kabulkan doanya. Lalu orang bodoh mengira bahwa itu adalah karena kuburan. Allah mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan sekalipun ia orang kafir…
Tidak berarti setiap orang yang dikabulkan doanya lalu ia diridhai dan dicintai Allah perbuatannya. Sesungguhnya Allah mengabulkan doa orang yang baik dan orang yang berdosa, orang mukmin dan orang kafir. Sebagian manusia berdoa dengan hal yang melampui batas dan sesuatu yang dilarang tetapi hal tersebut terbkabul, maka ia mengira bahwa perbuatannya tersebut baik[7].”
“Tatkala setan berhasil mempengaruhi manusia dengan berasumsi bahwa berdoa di kuburan lebih baik daripada berdoa di masjid dan di rumahnya. Setan memindahkannya kepada tingkat yang berikutnya yaitu ber-tawasul dengan orang mati, hal ini lebih bahaya lagi dari hal yang sebelumnya[8].”
“Tatkala setan berhasil pula mempengaruhi manusia bahwa ber-tawasul dengan orang mati lebih cepat dikabulkannya permintaan. Setelah itu setan memindahkannya pada tingkat berikutnya yaitu meminta kepada orang mati itu sendiri. Kemudian menjadikan kuburannya sebagai sembahan dan tempat meminta. Lalu dinyalakan lampu disekelilingnya dan diberi kelambu dilanjutkan membangun masjid di atasnya. Lalu shalat, tawaf, meciumnya serta berhaji dan menyembelih hewan di sisinya.
Kemudian berlanjut lagi pada tingkat berikutnya yaitu dengan mengajak manusia untuk menyembahnya dan menjadikannya sebagai tempat perayaan dan manasik. Mereka meyakini bahwa hal itu lebih bermamfaat bagi dunia dan akhirat mereka[9].”
- Membangun masjid dekat kuburan atau menguburkan mayat di pekarangan masjid.
Hal tersebut dengan tegas telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
عن جُنْدَبٌ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ «وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ ». رواه مسلم
Dari Jundub, ia berkata, aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau wafat: “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai masjid. Ketahuilah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu.”Dalam sabda beliau yang lain,
عن عائشة : أن أم سلمة ذكرت لرسول الله صلى الله عليه وسلم كنيسة رأتها بأرض الحبشة يقال لها مارية فذكرت له ما رأت فيها من الصور فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( أولئك قوم إذا مات فيهم العبد الصالح أو الرجل الصالح بنوا على قبره مسجدا وصوروا فيه تلك الصور أولئك شرار الخلق عند الله ) متفق عليه
Dari Aisyah bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah gereja yang ia lihat di negeri Habsyah, yang diberi nama gereja Mariya. Ia menceritakan bahwa ia melihat lukisan di dalamnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka adalah kaum yang bila meninggal seorang yang shaleh dikalangan mereka. Mereka membangun masjid di atas kuburannya dan mebuat lukisan-lukisan tersebut di dalamnya. Mereka adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah.”Dari kedua hadits tersebut sangat jelas menegaskan tentang haramnya membangun masjid di atas tanah perkuburan. Barangsiapa yang melakukannya maka ia telah melanggar larang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Jundub radhiallahu ‘anhu. Orang yang melakukannya adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang membangun masjid di atas tanah kuburan. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah dan Ibnu Abbas saat detik-detik terakhir dari kehidupan beliau di dunia ini,
عن عائشة وعبد الله بن عباس قالا لما نزل برسول الله صلى الله عليه وسلم طفق يطرح خميصة له على وجهه فإذا اغتم بها كشفها عن وجهه فقال وهو كذلك (( لعنة الله على اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد )). يحذر ما صعنوا. متفق عليه
Dari Aisyah dan Ibnu Abbas keduanya berkata, Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin merasakan sakit beliau menutup mukanya dengan bajunya. Apabila sakitnya agak berkurang beliau membuka mukanya. Dalam kondisi seperti itu beliau bersabda, “Laknat Allah lah di atas orang Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.” Beliau memperingatkan terhadap apa yang mereka perbuat.Diantara hikmahnya kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal tersebut saat beliau akan wafat. Agar umat ini jangan meniru dan melakukan apa yang dilakukan orang Yahudi dan Nashrani tersebut. Kuburan para nabi saja tidak boleh dijadikan sebagai masjid, apa lagi kuburan selainnya.
Dalam riwayat lain Aisyah menyebutkan,
عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال في مرضه الذي مات فيه ((لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مسجدا)) . قالت ولولا ذلك لأبرزوا قبره غير أني أخشى أن يتخذ مسجدا. متفق عليه
Dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam waktu sakit yang beliau yang wafat padanya: “Allah melaknat orang Yahudi dan Nashara karena menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid,” Berkata Aisyah, ‘Kalau bukan karena itu tentulah mereka (para sahabat) menjadikan di tempat terbuka kuburannya, melainkan aku takut akan di jadikan masjid.’”Hadits ini adalah diantara hadits-hadits yang terakhir yang diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hidup beliau. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang suka berdegil bahwa hadits tersebut mansukh. Kemudian Aisyah menyebutkan diantara hikmah dikuburnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rumah beliau, yaitu agar orang tidak mengkultuskan kuburan beliau.
Berkata Imam Nawawi, “Sesungguhnya larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari menjadikan kuburannya dan kuburan lainnya sebagai masjid karena kekwatiran akan berlebih-lebihan dalam menganggungkan beliau dan timbulnya fitnah. Karena hal tersebut bisa membawa kepada kekufuran sebagaimana telah terjadi pada kebanyakan umat-umat yang lalu[10].”
- Bertawasul dan beristighatsah dengan orang sudah mati.
Ketika sebagian orang Islam tidak mengindahkan berbagai nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita jelaskan di atas. Akhirnya setan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang membawa kepada kesyirikan. Sehingga sebagian orang telah memaknai lain terhadap kuburan. Mereka menjadikan kuburan sebagai mediator untuk berdoa, mereka ber-tawasul dan beristighatsah dengan orang mati.
Pada hakikatnya ber-tawasul itu terbagi kepada beberapa bentuk. Ada yang dibolehkan dan ada pula yang dilarang. Yang dibolehkan adalah ber-tawasul dengan nama dan sifat-sifat Allah, ber-tawasul dengan amal shaleh dan ber-tawasul dengan doa orang shaleh yang hidup lagi hadir. Yang dilarang adalah ber-tawasul dengan Zat (Bentuk) dan Jaah (Kedudukan) orang shaleh, ber-tawasul dengan orang shaleh yang hidup tetapi tidak hadir dan ber-tawasul dengan orang sudah mati.
Sebahagian orang memahami bahwa kehidupan para nabi, orang mati syahid dan orang-orang shaleh di alam Barzah sama seperti kehidupan mereka di alam dunia. Dengan demikian mereka berasumsi bahwa nabi atau orang shaleh dapat mendengar doa mereka. Oleh sebab itu, ketika mereka ditimpa masalah, mereka mendatangi kuburan para wali untuk dicarikan jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Ada yang minta jodoh, ada yang minta pekerjaan, ada yang minta dimudahkan usahanya, ada yang minta disembuhkan penyakitnya dan seterusnya.
Jangankan setelah mati, sewaktu hidup saja para wali tersebut tidak bisa memberi apa yang mereka minta. Jika minta jodoh, diwaktu hidup saja walinya tidak dapat jodoh. Jika minta pekerjaan, diwaktu hidup saja walinya nganggur. Jika minta kekayaan, diwaktu hidup aja walinya ngumpulkan sedekah dari murid-muridnya. Jika minta disembuhkan dari penyakit, wali itu sendiri tidak mampu menyembuhkan penyakitnya sampai ia meninggal.
Kenapa kita tidak langsung minta pada Allah Yang Pengasih, Maha Pemurah, Maha Kaya lagi Maha dekat dan Maha sempurna dalam segala sifat-sifat-Nya yang mulia.
Adapun selain Allah adalah makhluk yang memiliki kekurangan dan kelemahan dalam berbagai segi. Ia tidak dapat mendengar dari jarak jauh, apalagi setekah mati. Jika ia memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang lain terbatas kwalitas dan kwantitasnya. Adapun Allah Yang Maha Kaya mampu memberi segala apa yang minta oleh hamba-Nya dan berapapun jumlanya.
Adapun kehidupan para nabi dan syuhada’ di alam barzakh adalah kehidupan yang amat jauh berbeda dengan kehidupan dunia. Tidak ada yang mengetahui tentang kondisi dan hakikatnya. Maka tidak tidak boleh di-qias-kan antara kehidupan alam barzakh dengan kehidupan alam dunia ini.
Sebagaimana firman Allah,
{وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ} [البقرة/154]
“Dan akan tetapi kalian tidak menyadarinya.”Artinya, tidak mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya melalui panca indra kalian. Karena hanya Allah yang mengetahui hakikat kehidupan mereka para syuhada’ tersebut.
Tidak pernah kita temukan dalam kehidupan para sahabat bahwa mereka bertawasul dan ber-istighatsah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apalagi dengan para sahabat yang telah meninggal, bahkan diantara mereka yang meninggal tersebut ada yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula jika kita melihat doa-doa mustajab yang diajarkan Rasululllah kepada sahabat beliau tidak ada satupun yang berkonteks tawasul dan be-ristighatsah dengan orang mati.
Jangankan untuk mengetahui kebutuhan orang lain, kelanjutan dari perjalanan hidup mereka sendiri setelah mereka mati mereka tidak tahu kapan mereka dibangkitkan. Sebagaimana firman Allah,
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ (20) أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ [النحل/20، 21]
“Dan orang-orang yang mereka seru selain Allah, tidak menciptakan sesuatu apapun, sedangkan mereka sendiri diciptakan! Orang-orang mati tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui bilakah mereka akan dibangkitkan.”
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ [النمل/65]
“Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah,’ dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.’”
Adapun dalil-dalil yang menyebutkan tentang si mayat dapat mendengar langkah orang mengantarkannya ke kubur. Ini tidak menunjukkan bahwa ia mendengar selama-lamanya. Tapi hanya pada saat itu saja dan yang dapat ia dengar hanya suara langkah saja tidak semua apa yang ada di atas dunia. Kalau tidak demikian tentu mereka juga tersiksa dengan suara petir, hujan, angin kencang, suara bintang dan seranggga yang ada di sekitar kuburannya. Serta segala hal yang memekakkan di dunia ini. Wallahu A’lam.
Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com
[1]Lihat Shahih Bukhari, 4/1873, 4636)
[2]Dinukil Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, 7/27.
[3]Lihat Faidhul Qodir 6/309.
[4]Lihat Shahih Bukhari, 1/457.
[5]Lihat, Silsilah Adh Dha‘ifah, 3/397 (1246).
[6]Lihat, AsSilsilah Adh Dha‘ifah, 3/452 (1290).
[7] Lihat, Ihgatsatullahfaan, 1/215.
[8] Lihat, Ihgatsatullahfaan, 1/216.
[9] Lihat, Ihgatsatullahfaan, 1/217.
[10] Lihat Syarah Nawawy5/13.
Post a Comment