☛ Pertemuan ke-63
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 JUM'AT 20 Dzulqa'dah 1444 H / 09 Juni 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah
💽 Audio ke-35: Pembahasan Tentang Niat
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ
Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syekh Al-Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya).
Kita sampai pada pembahasan tentang Niat [ النِّيَّةُ ]
Niat merupakan syarat di dalam shalat. Niat adalah syarat sah shalat. Shalat tidak akan sah kecuali apabila kita berniat, karena Rasulullah ﷺ telah bersabda:
❲ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ❳
"Sesungguhnya semua amalan itu tergantung niatnya."
Apabila niatnya tidak ada, maka amalan tersebut juga tidak ada, dianggap tidak ada. Walaupun secara kenyataan ada, tapi dianggap dalam syariat tidak ada.
❲ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ❳
"Dan sesungguhnya seseorang akan mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya."
Makanya di dalam shalat juga demikian. Apabila dia meniatkan shalatnya untuk shalat Subuh, maka dia mendapatkan pahala shalat Subuh. Apabila dia meniatkan untuk shalat qobliyah Subuh, maka dia akan mendapatkan pahala shalat qobliyah Subuh. Begitu seterusnya.
Ini menunjukkan bahwa tanpa niat, seseorang shalatnya tidak sah dan dia tidak mendapatkan pahala dari shalatnya. Dan kita juga sudah menyinggung bahwa niat ini tempatnya di hati.
Niat ini tempatnya di hati. Dan Rasulullah ﷺ tidak mengajarkan sekali pun dalam hidupnya untuk melafalkan niat. Rasulullah ﷺ tidak pernah mengajarkan sekali pun di dalam hidupnya untuk melafalkan niat shalat ini.
Makanya ulama-ulama yang mensyariatkan niat dengan melafalkannya, tidak mendatangkan satu pun riwayat tentang lafal niatnya Rasulullah ﷺ, atau lafal niatnya para sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Ini dalil yang sangat kuat, yang menunjukkan bahwa niat tidak disyariatkan untuk dilafalkan.
Niat adalah amalan hati. Apabila amalan hati tersebut dilafalkan, maka bukan menjadi amalan hati lagi. Sehingga melafalkan niat merupakan amalan yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ dan harusnya ditinggalkan.
Kita mencukupkan apa yang telah dicukupkan oleh Rasulullah ﷺ. Ketika Rasulullah ﷺ hanya mengajarkan niat dengan hati, maka harusnya kita juga mengikuti Beliau dalam berniat dengan hati.
Para ulama yang mengatakan bahwa boleh melafalkan niat, mereka mengatakan bahwa dengan melafalkan niat tersebut, seseorang bisa membantu hatinya untuk niat.
Mengapa mereka mengatakan demikian? Sebabnya adalah karena sebelumnya ulama-ulama tersebut mempersulit masalah niat. Mereka mengatakan niat -misalnya- niat itu harus dari awal takbir sampai akhir takbir. Tidak boleh di sebagian takbir kemudian di sebagian yang lain (di sebagian takbir yang lain) kosong dari niat. Syarat-syarat seperti ini tidak pernah dijelaskan baik oleh Rasulullah ﷺ maupun oleh para sahabatnya.
Dan ini sangat sulit. Bagaimana antum mengatakan "Allahu Akbar", antum harus mengatur niat dari ketika antum membaca 'a' sampai ketika antum membaca 'ra' sukun. Allahu Akbar, harus dari awal sampai akhir antum meniatkan di dalam hati. Tidak boleh di sebagian takbir saja. Harus dari awal sampai akhir.
Tidak hanya itu. Mereka membatasi niatnya dengan batasan yang sulit juga. Misalnya dengan mengatakan "ushalli" [ أصلي ] kemudian menyebutkan shalat tersebut fardhu atau tidak. Kemudian fardhunya ini fardhu Subuh atau fardu Dzuhur atau fardhu Ashar. Kemudian menyebutkan berapa rakaat, kemudian apakah bermakmum ataukah sebagai imam, apakah karena Allah atau tidak. Ini disebutkan sehingga menjadi sulit niat tersebut. Karena niat menjadi sangat sulit, akhirnya mereka mengatakan harus dibantu. Dibantu dengan apa? dengan melafalkan.
Inilah yang menjadikan sebagian ulama mengatakan bahwa boleh melafalkan niat dengan lisan untuk membantu hati. Sebabnya karena tadi, karena niat dipersulit.
Padahal sebenarnya niat sangat sederhana. Niat sangat sederhana; dengan menghadirkan perasaan di hati bahwa kita akan shalat Subuh, sudah selesai.
Misalnya kita akan shalat Dzuhur, sudah selesai. Shalat Dzuhur jelas 4 rakaat. Kalau kita safar shalat Dzuhur 2 rakaat, jelas. Dan kalau kita shalat Dzuhur sudah pasti itu fardhu yang kita inginkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala tahu apa yang ingin kita lakukan, apa yang ada di hati kita.
Seharusnya sudah cukup dengan menghadirkan perasaan di hati, bahwa kita ingin -misalnya- shalat Subuh. Sudah cukup. Kemudian bertakbir. Makanya sesuatu yang tidak benar biasanya akan menggiring kepada sesuatu yang tidak benar yang lainnya. Makanya kalau kita tahu bahwa itu sesuatu yang tidak benar, jauh dari dalil, kita harus kembali kepada dalil.
الرُّجُوْعُ إِلَى الْحَقِّ خَيْرٌ مِنَ التَّمَادِيْ فِي الْبَاطِلِ
"Kembali kepada kebenaran itu lebih baik daripada terus-menerus dalam dalam kebatilan."
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.
InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
═════ ∴ |GiS| ∴ ═════
Post a Comment