☛ Pertemuan ke-62
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 KAMIS 19 Dzulqa'dah 1444 H / 08 Juni 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah
💽 Audio ke-34: Pembahasan Shalat Menghadap ke Kuburan
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ
Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syekh Al-Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya).
Syaikh Albani rahimahullah menjelaskan tentang: "Shalat Menghadap Kuburan".
Bolehkah shalat menghadap kuburan?
Jawabannya: ada larangan untuk menghadap shalat ke kuburan.
Rasulullah ﷺ dahulu melarang shalat apabila menghadap ke kuburan.
Beliau bersabda:
❲ لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُوْرِ ، وَلَا تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا ❳
"Janganlah kalian shalat menghadap ke kuburan dan janganlah duduk di atasnya."
Ini larangan.
Kaidah ushul-nya mengatakan:
( النَّهْيُ يَدُلُّ عَلَى الْفَسَادِ )
"Larangan itu menunjukkan rusaknya yang dilarang."
Ketika Rasulullah ﷺ melarang kita shalat menghadap ke kuburan, itu menunjukkan bahwa shalat menghadap ke kuburan itu rusak; berarti tidak sah shalatnya. Sehingga kalau ada orang yang shalat menghadap ke kuburan, maka kita katakan shalatnya tidak sah, shalatnya rusak, karena Rasulullah ﷺ melarang hal tersebut.
Dan larangan Nabi Muhammad ﷺ pada asalnya menunjukkan rusaknya yang dilarang.
❲ وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا ❳
"dan janganlah kalian duduk di atas kuburan."
Ini larangan untuk duduk di atas kuburan. Kaidahnya:
( النَّهْيُ يَدُلُّ عَلَى التَّحْرِيمِ )
"Larangan pada asalnya menunjukkan keharaman."
Ketika Rasulullah ﷺ melarang kita untuk duduk di atas kuburan, itu menunjukkan bahwa duduk di atas kuburan hukumnya haram.
Karena kaidahnya mengatakan demikian:
( الْأَصْلُ فِي النَّهْيِ يَدُلُّ عَلَى التَّحْرِيمِ )
"Pada asalnya larangan itu menunjukkan keharaman."
Dan tidak ada dalil yang menghilangkan hukum haram ini, sehingga kita berpegang teguh pada haramnya hal ini. "Jangan kalian duduk di atas kuburan", itu menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ mengharamkan kepada umatnya untuk duduk di atas kuburan.
Inilah mulianya Islam. Orang yang mati pun mendapatkan kebaikan Islam.
Apa tujuan larangan ini? Tidak lain untuk menghormati orang yang sudah meninggal. Orang yang sudah meninggal saja dihormati oleh Islam, apalagi orang yang masih hidup; apalagi orang yang hidupnya penuh dengan ketaatan, sangat dihormati oleh Islam.
Makanya tidak benar tuduhan-tuduhan sebagian orang yang mengatakan, "Jangan sampai mengikuti orang-orang (yang mereka tuduh sebagai wahabi), karena nanti kalo mati kamu akan diperlakukan seperti hewan: dikuburkan, setelah itu tidak dihormati, tidak dibacakan Al-Quran. Tidak dibacakan Al-Qur'an kemudian dihadiahkan kepada kamu." Ini tuduhan yang sangat zalim.
Seorang yang mengikuti sunah Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang sangat menghormati mayyit (mayat, -red). Mereka menerapkan sunah-sunah Nabi Muhammad ﷺ ketika memandikan, ketika menyalati mayyit, ketika menguburkan mayyit di dalam kuburnya. Setelah itu mereka doakan; di waktu yang mayyit sangat membutuhkan doa, mereka mendoakannya. Karena Rasulullah ﷺ memerintahkan orang-orang yang menguburkan untuk mendoakan mayyit agar diteguhkan saat ditanya oleh malaikat.
( وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ )
Rasulullah mengatakan/memerintahkan, "Mintalah untuk mayyit agar diteguhkan hatinya ketika ditanya."
Ini orang yang semangat melakukan sunah Nabi Muhammad ﷺ.
Kemudian setelah itu diziarahi.
Kemudian mereka akan menjaga kuburannya sebaik mungkin. Mereka tidak akan duduk di atas kuburan.
Ini orang yang semangat dalam menerapkan sunah Nabi Muhammad ﷺ di dalam kehidupannya. Dan mereka akan selalu mendoakan orang yang meninggal; orang yang sudah selesai kesempatannya, sudah berakhir kesempatannya untuk beramal. Mereka selalu mendoakan.
Adapun mereka tidak membaca Al-Quran untuk mayyit, maka itu karena tidak ada tuntunannya, karena bacaan-bacaan tersebut tidak akan sampai kepada mayyit, karena Rasulullah tidak pernah sekali pun mencontohkan hal ini. Tidak pernah sekali pun di masa hidupnya Rasulullah ﷺ membaca Al-Quran, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada mayyit.
Makanya, mereka tidak akan mendapatkan dalil. Makanya marah kalau ditanya mana dalilnya, karena memang tidak ada.
Kalau ditanya: "Dalilnya mana?"
"Kamu itu loh, tidak sopan. Bertanya tentang dalil, memangnya saya berpendapat tanpa dalil."
Tapi tidak disebutkan dalilnya. Mereka berdalil dengan hadits yang lemah yang mengatakan:
إقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ یسۤ
"Bacalah Yasin kepada mayyit-mayyit kalian."
Hadits ini dinyatakan lemah, bahkan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Kata Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu', ada 2 perawi yang tidak dikenal dalam riwayat hadits ini. Ada 2 perawi yang majhul. Imam Nawawi mengatakan demikian.
Kemudian yang kedua, kata-kata [ مَوْتَاكُمْ ] /mautaakum/ di situ bisa berarti orang yang dekat dengan kematian.
[ إقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ یسۤ ]
maksudnya adalah "bacakan Yasin kepada orang yang sudah dekat dengan ajalnya."
Dan sebagian salaf mengamalkan hal ini. Kalau orang sedang sekarat, sedang di akhir-akhir kehidupannya, dibacakan Yasin agar ruhnya keluar dengan lebih mudah. Sebagian ulama salaf melakukan hal ini. Mereka memaknai [ مَوْتَاكُمْ ] di sini adalah orang yang dekat dengan kematian.
Sebagaimana hadits lain:
❲ لَقِّنُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله ❳
"Talqinlah mayyit kalian dengan kata-kata laa ilaaha illaallah".
Disuruh menuntun orang yang di akhir hidupnya, kita katakan:
[ لَا إِلَهَ إِلَّا الله، لَا إِلَهَ إلَّا الله ]
Ucapkan [ لَا إِلَهَ إلَّا الله ] /laa ilaaha illaallah/ agar dia bisa mengakhiri hidupnya dengan kalimat yang mulia tersebut, yaitu kalimat tahlil.
Makanya [ مَوْتَاكُمْ ] bisa berarti orang yang dekat dengan ajalnya.
Kalau kita katakan bahwa yang dimaksud dengan [ مَوْتَاكُمْ ] di situ adalah mayyit, dan kita katakan, bahwa Rasulullah ﷺ dahulu pernah melakukannya, maka kita bisa mengatakan lagi: Rasulullah melakukan hal tersebut bukan untuk menghadiahkan pahalanya kepada mayyit.
Di mana ada kata-kata menghadiahkan pahala? Padahal kata-katanya: “Bacakanlah Yasin, kepada orang-orang yang mati di antara kalian." Tidak ada kata-kata menghadiahkan.
Kalau kita misalnya, membacakan misalnya Al-Ikhlas kepada orang yang sedang sakit di depan kita, mungkin dia kena sihir atau kena ‘ain, ketika kita disuruh untuk membacakan Al-Ikhlas di depan dia, kita baca Al-Ikhlas. Apakah itu berarti kita menghadiahkan bacaan Al-Ikhlas kita kepada orang itu? Tidak. Makanya tidak ada kata-kata "menghadiahkan".
[ إقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ یسۤ ]
"Bacakan Yasin kepada mayat kalian."
Ini tidak ada kata-kata menghadiahkan. "Membacakan" itu bukan "menghadiahkan". Ketika kita merukyah seseorang, kita membacakan banyak sekali ayat Al-Quran, tapi tidak menghadiahkan bacaan tersebut. Sangat berbeda antara membacakan dengan menghadiahkan.
Makanya tidak ada dalil sama sekali bagi mereka yang menghadiahkan bacaan-bacaan kepada mayyit. Satu pun tidak ada dalil. Tidak ada bukti bahwa Rasulullah ﷺ pernah melakukannya. Begitu pula para sahabat Nabi Muhammad ﷺ, tidak ada satu pun dari mereka yang melakukan hal tersebut di masa hidupnya. Dan menjadi sangat aneh kalau sekarang menjadi pemandangan umum, tapi di zaman dulu tidak pernah sama sekali.
Inilah yang bisa ana sampaikan.
Yang jelas [ إقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ یسۤ ] itu haditsnya lemah, tidak bisa dipakai sama sekali dan bisa kita ganti. Islam adalah agama yang rahmat bagi semesta alam, bagi orang yang hidup ataupun orang yang meninggal. Bisa kita ganti. Kita gantinya dengan memperbanyak mendoakan mayyit. Siapa pun bisa mendoakan mayyit yang dia inginkan. Kita bisa banyak berziarah kepada mayyit-mayyit tersebut dengan mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan kebaikan-kebaikan untuk mereka. Bisa kita ganti dengan bersedekah untuk mereka, berwakaf untuk mereka, mengumrohkan mereka, menghajikan mereka. Ini masih bisa kita lakukan, dan itu sangat sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ.
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.
InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
═════ ∴ |GiS| ∴ ═════
Post a Comment