F0GAxlSUN0OEmaFkMbnca2nyh81gHBssC6AV9hGe
Bookmark

Audio ke-12: Menghadap Kiblat pada Shalat Sunah Bag 02

Audio ke-12: Menghadap Kiblat pada Shalat Sunah Bag 02 - Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salam
📖 Whatsapp Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-40
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 SELASA, 18 Syawal 1444 H / 09 Mei 2023 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny, M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani Rahimahullah

💽 Audio ke-12: Menghadap Kiblat pada Shalat Sunah Bag 02

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syekh Al-Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri Ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah, kita lanjutkan kajian kita.

Para ulama mensyaratkan, shalat di atas kendaraan adalah shalat sunah, bukan shalat fardhu, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Dan di antara shalat sunah tersebut adalah shalat witir, karena Rasulullah ﷺ biasa shalat witir di atas kendaraan. Ini menunjukkan bahwa shalat witir seperti shalat-shalat sunah yang lainnya, walaupun shalat witir ini adalah shalat yang sunnah muakkadah, sunnah yang sangat ditekankan sekali.

Mengenai hal itu turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ }
“Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.” (QS. Al-Baqarah: 115)
Ini dalil bahwa kita shalat sunah boleh menghadap ke mana pun ketika di atas kendaraan. Jangan sampai nanti shalatnya menghadap ke banyak arah, karena di sini kita harus melihat haditsnya, sesuai dengan haditsnya.

Kalau kita shalat di tempat (bukan di atas kendaraannya), walaupun shalat sunah, kita harus menghadap ke kiblat. Kalau di atas kendaraan, baru bisa mengamalkan hadits tersebut: shalat sunah yang di atas kendaraan.

Yang diperselisihkan oleh para ulama, apakah di atas kendaraannya harus safar? Safar di sini, apakah harus perjalanan panjang; ataukah perjalanan pendek, boleh? Ini yang diperselisihkan oleh para ulama.

Kenapa mereka berbeda pendapat? Karena haditsnya mengatakan "safar" di sini. Yang mengatakan tidak harus safar, mereka mengambil ayat-Nya. Di dalam ayat-Nya:

{ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ }
“Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.”(QS. Al-Baqarah: 115)
Sedangkan di haditsnya ada ta'qid (pembatasan) safar. Karena inilah para ulama berbeda pendapat.

Yang lebih kuat dan dirajihkan oleh banyak ulama kontemporer saat ini adalah: dibolehkan kita menghadap ke mana pun ketika shalat sunah di atas kendaraan walaupun kita tidak sedang dalam keadaan safar. Dibolehkan karena ayat-Nya:

{ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ }
“Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”(QS. Al-Baqarah: 115)
Maksudnya wajah Allah di sini adalah arah, arah-Nya Allah Subhanahu wa Ta'ala, arah yang dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kata-kata wajah Allah di sini menunjukkan bahwa Allah punya wajah. Adapun bagaimana wajah-Nya, maka ini tidak ada keterangan sedikit pun. Maka kita harus berhenti di sana.

Ini adalah sesuatu yang gaib. Sesuatu yang gaib itu harus berdasarkan dalil. Ketika dalil menetapkannya, kita tetapkan. Bagaimana hakikat dari sifat tersebut, maka kita tidak boleh mereka-rekanya.

Seperti misalnya “Allah berada di atas Arsy”, kita tetapkan sebagaimana ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hakikatnya memang demikian, Allah berada di atas Arsy. Bagaimana hakikat Allah berada di atas Arsy? Allah tidak mengabarkan kepada kita, Rasulullah tidak mengabarkan kepada kita, sehingga kita berhenti di sana. Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Orang-orang yang mengikuti para sahabat Nabi Muhammad ﷺ keyakinannya demikian.

Mereka menetapkan apapun yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya tanpa mentakwilnya, kecuali ada dalil untuk ditakwilkan. Tetapi kalau tidak ada dalil, maka kita tetapkan dengan apa adanya, dengan tetap menjaga kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjaga kesucian-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala punya wajah, kita punya wajah, tapi wajah kita jauh dengan wajah Allah. Allah jauh lebih mulia, jauh lebih suci, jauh lebih sempurna.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala mendengar, kita juga mendengar. Tapi pendengaran kita jauh dari pendengaran Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pendengaran Allah lebih sempurna, pendengaran Allah lebih suci, pendengaran Allah lebih tinggi. Berbeda dengan pendengaran kita yang terbatas.

Begitu pula Allah melihat, kita melihat. Dua-duanya sama-sama melihat. Tapi ini bukan menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya, karena kita masih membedakan.

Penglihatan Allah jauh lebih sempurna, jauh lebih kuat dari pada penglihatan makhluk-Nya. Makanya Allah melihat apapun yang ada di muka bumi ini, apapun yang ada di alam semesta. Walaupun gelap, walaupun kecil, walaupun tertimbun, Allah melihat semuanya. Berbeda dengan penglihatan makhluk-Nya.

Penglihatan makhluk sangat terbatas. Kalau tidak ada cahaya, tidak bisa melihat. Inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam memahami sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Audio ke-12: Menghadap Kiblat pada Shalat Sunah Bag 02 - Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salam
Intinya ketika kita shalat sunah di atas kendaraan, kita boleh menghadap ke mana pun kendaraan menuju. Dan ini adalah kemurahan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini bentuk ringannya syariat Islam, sehingga kita bisa shalat di atas kendaraan. Karena shalat ini ibadah yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika kita ingin shalat, misalnya di dalam kemacetan kita ingin shalat sunah, shalat sunah. Misalnya kita di dalam kemacetan, sudah berangkat sebelum waktu dhuha masuk. Di dalam kemacetan, dan kita perkirakan kemacetan, kita akan keluar dari kemacetan setelah shalat dhuha/waktu shalat dhuha selesai, maka kita shalat dhuha di atas kendaraan. Tidak hanya shalat dhuha saja, shalat-shalat sunah mutlak bisa dilakukan di atas kendaraan tanpa harus menghadap ke kiblat dahulu. Kalau bisa menghadap kiblat dahulu itu lebih lebih baik.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala.

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════

Post a Comment

Post a Comment

Aturan berkomentar:
- Afwan, komentar yang mengandung link hidup dan spam akan kami remove.
- Silahkan ikuti blog ini untuk update info terbaru kami, dengan cara klik Follow+
- Silakan berikan komentar. Centang kotak "Notify me" untuk mendapatkan notifikasi via email jika ada yang membalas komentar.